Dahsyatnya Doa Ibu

https://id.pinterest.com/pin/300333868876072301/

Pada abad pertengahan, dari wilayah Timur Tengah, hiduplah seorang ibu parubaya bersama putra satu-satunya. Putranya tersebut merupakan seorang syekh yang cukup masyhur di wilayahnya.

Suatu saat, putranya meminta izin pada ibunya untuk pergi mencari ilmu ke Tanah Suci. Namun ibunya menolak karena ia tak mau tinggal sendirian saja di rumahnya. Keesokan harinya syekh itu meminta izin lagi pada ibunya namun hasilnya sama dengan sebelumnya. Berkali-kali ia meminta izin dan jawabannya tetap sama. Akhirnya, sang syekh pun pergi tanpa mendapatkan izin dari ibunya. Ketika ibunya mengetahui hal tersebut, ia berdoa agar putranya diselamatkan dari murka isi hatinya.

Di tengah perjalanan menuju Tanah Suci, tepat di sebuah desa yang jauh dari lingkungan ulama, syekh tadi merasa kelelahan dan beristirahat di masjid yang ada di desa syekh. Dan melakukan salat sunah di sana.

Di sebuah pasar tak jauh dari tempat itu, seorang pencuri melancarkan aksinya. Ia berlari menuju kawasan masjid yang ditempati syekh untuk beristirahat. Warga yang mengikuti pencuri melihatnya masuk ke dalam masjid. Sayangnya para warga tidak tahu kalau pencuri itu sudah lolos dan kabur sebelum para warga sampai di masjid.

Warga yang melihat si pencuri masuk masjid menuduh orang yang salat itu adalah pencurinya. Warga yang lain menyetujui sebab di zaman yang penuh dengan kezaliman ini tak memandang siapa dia dan bagaimana latar belakangnya. “Mungkin si pencuri itu salat dan mengganti baju agar kita tidak tahu. Karena orang yang salat tidak mungkin mencuri dugaannya.” Kata salah seorang warga yang cukup geram melihatnya. “Karena tidak mungkin si pencuri bisa lolos secepat itu dari kami.” imbuhnya. Sang syekh yang sedang salat tidak mengetahui kalau ia sedang ditunggu oleh para warga yang mengamuk.

Setelah syekh selesai salat, ia bingung mengapa banyak warga di masjid. Seorang warga masuk dan meminta syekh tersebut keluar masjid dengan membawa barang-barangnya.

Saat ditanya tentang pencurian, ia menjawab tidak tahu karena ia memang tidak tahu apa-apa tentang hal itu. Warga kemudian kesal atas jawabannya dan menggeledah tas yang ia bawa. Ternyata mereka menemukan baju yang dipakai oleh si pencuri saat melancarkan aksinya sesuai pernyataan saksi mata saat berada di TKP. Syekh yang dituduh mencuri tidak terima dan memukul warga yang menggeledah tasnya. Para warga yang jumlahnya sangat banyak dengan mudah melumpuhkan syekh. Ia terkena tusukan di tangan dan kedua mata. Kakinya lumpuh dipukul dengan balok kayu. Namun tak cukup di situ. Para warga mengeksekusinya dengan memotong kedua tangannya karena melakukan pencurian yang sangat banyak sesuai hukum Islam.

Setelah pengeksekusian selesai, ia diantarkan pulang ke rumahnya. Di tengah perjalanan warga yang mengantarkan syekh bertemu dengan seorang pendeta yang merupakan teman karib dari syekh tersebut. Ia bertanya pada warga: “Bagaimana keadaannya bisa seperti ini?” Warga menjelaskan kronologi kejadiannya. Sang pendeta heran, cukup lama ia terdiam dan akhirnya ia paham maksudnya. Ternyata mereka salah paham. Pencuri yang mereka maksud telah tertangkap di desa sebelah. Sedangkan yang mereka eksekusi adalah syekh yang sangat masyhur.

Mereka terkejut akan penjelasan pendeta tadi. Mereka langsung minta maaf atas kesalah-pahaman mereka dan mengantarkan selayaknya syekh pada umumnya. Syekh pun bercerita tentang nasib hidup yang menimpanya. “Mungkin ini adalah azab bagiku karena tidak menuruti perintah ibuku dan meninggalkannya di rumah sendirian. Biarkan ini adalah pelajaran bagiku juga bagi kalian.” Kata syekh memberi nasihat pada mereka sambil mengeluarkan air mata.

Sesampainya di depan rumahnya. Ia meminta para warga untuk meninggalkannya di depan pintu rumah. Kini syekh sendirian. Ia mengucapkan salam. Terdengar suara perempuan menjawab salamnya.

“Aku adalah pengemis yang kelaparan. Bolehkah aku minta sedikit makan yang ada?” Tanya syekh berlagak seperti pengemis.

“Boleh, kemarilah, mendekatlah ke pintu.” Jawabnya dari dalam rumah.

“Aku tidak bisa mendekat sebab aku tidak bisa berjalan.”

“Kalau begitu ulurkan tanganmu.”

“Aku tidak bisa mengulurkan tangan sebab aku tidak punya tangan.”

“Maaf aku tidak bisa keluar karena kita tidak saling kenal.”

“Tenang saja aku tidak bisa melihat karena mataku sudah buta.”

Si perempuan pun keluar dengan membawa makanan. Sontak ia menjatuhkan makanan yang dibawanya. Ia terkejut dan menangis karena seorang yang mengaku pengemis adalah putranya dengan keadaan cacat tak memiliki anggota tubuh dan penglihatan. Syeh pun meminta maaf pada ibunya karena kesalahan yang ia buat. Dan meninggalkan ibunya sendirian di rumah.

Komentar